Dasar & Sistem Hukum: Pondasi, Struktur, dan Praktiknya di Indonesia

Cedricdenayer.com – Dasar dan sistem hukum merupakan fondasi utama yang menopang kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, hukum tidak hanya berfungsi sebagai sekumpulan aturan tertulis, melainkan juga sebuah sistem yang mengatur hubungan antara warga negara, pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tanpa sistem hukum yang jelas dan dapat diprediksi, masyarakat akan terjebak dalam ketidakpastian yang menimbulkan kerugian baik bagi individu maupun negara secara keseluruhan. Lebih dari itu, keberadaan hukum juga memastikan bahwa hak-hak warga negara terlindungi, kepentingan bersama terjaga, dan setiap konflik yang muncul dapat diselesaikan dengan mekanisme yang sah. Artikel panjang ini akan mengupas tuntas mengenai pengertian hukum, asas-asas dasar yang mendasarinya, sumber hukum, hierarki peraturan, hingga tantangan kontemporer yang sedang dihadapi Indonesia di era digital.

Dasar dan sistem hukum

Apa Itu Hukum?

Hukum pada dasarnya adalah seperangkat aturan yang bersifat mengikat, dibuat oleh lembaga berwenang, dan diberi sanksi bagi pelanggarnya. Definisi ini membedakan hukum dengan norma sosial lain, seperti norma kesopanan atau adat, yang meski dihormati masyarakat, tidak selalu memiliki sanksi formal. Di Indonesia, hukum menjadi instrumen penting untuk menjaga keteraturan sekaligus memberikan perlindungan. Tanpa hukum, interaksi sosial, ekonomi, maupun politik akan berlangsung secara liar, penuh ketidakpastian, dan rawan konflik. Dengan adanya hukum, masyarakat memiliki pedoman jelas tentang apa yang boleh dilakukan, apa yang dilarang, serta konsekuensi dari setiap tindakan yang melanggar aturan.

Tujuan Hukum

Tujuan utama hukum sering dirumuskan dalam tiga kata kunci: kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Kepastian hukum berarti aturan yang berlaku harus jelas, dapat diprediksi, dan tidak berubah-ubah tanpa alasan yang kuat. Keadilan berarti hukum harus berlaku setara bagi semua orang tanpa diskriminasi. Kemanfaatan berarti hukum harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat luas. Namun, dalam praktiknya, ketiga tujuan ini sering kali saling bertabrakan. Misalnya, aturan yang sangat tegas dapat memberi kepastian, tetapi bisa saja dianggap tidak adil dalam kasus tertentu. Di sinilah pentingnya peran hakim, legislator, dan aparat hukum dalam menyeimbangkan ketiga tujuan tersebut.

Fungsi Hukum di Indonesia

Fungsi hukum di Indonesia meliputi beberapa aspek penting. Pertama, hukum berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku masyarakat sehingga tercipta keteraturan. Kedua, hukum bertindak sebagai sarana kontrol sosial, memastikan warga mematuhi norma bersama yang telah ditetapkan. Ketiga, hukum menjadi alat rekayasa sosial, yaitu mendorong masyarakat menuju perubahan yang lebih baik, seperti melalui undang-undang lingkungan atau perlindungan konsumen. Keempat, hukum berfungsi sebagai mekanisme penyelesaian sengketa, baik melalui pengadilan maupun alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi dan arbitrase. Dengan berbagai fungsi ini, hukum menjadi tulang punggung kehidupan bernegara.


Asas-Asas Fundamental

Asas hukum adalah prinsip dasar yang menjadi pijakan dalam merumuskan, menafsirkan, dan menegakkan aturan hukum. Salah satu asas paling penting adalah asas legalitas, yang menyatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dihukum tanpa aturan hukum yang lebih dahulu mengaturnya. Prinsip ini melindungi warga negara dari kesewenang-wenangan. Selain itu, ada asas equality before the law, yang memastikan semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum tanpa memandang status, jabatan, atau kekayaan. Indonesia juga menganut asas due process of law, yang menjamin bahwa proses hukum harus dijalankan secara adil dan tidak boleh melanggar hak dasar manusia. Dalam menghadapi konflik norma, digunakan asas seperti lex superior derogat legi inferiori (aturan yang lebih tinggi mengalahkan aturan yang lebih rendah), lex specialis derogat legi generali (aturan khusus mengalahkan aturan umum), dan lex posterior derogat legi priori (aturan baru mengalahkan aturan lama). Keseluruhan asas ini memastikan sistem hukum berjalan konsisten dan adil.


Sumber Hukum

Sumber hukum dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu formal dan material. Sumber hukum formal adalah bentuk resmi di mana suatu aturan hukum lahir dan diakui, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, yurisprudensi (putusan hakim), kebiasaan yang diakui, traktat internasional, hingga doktrin atau pendapat para ahli hukum. Sedangkan sumber hukum material adalah faktor-faktor yang memengaruhi lahirnya suatu aturan hukum, seperti kondisi sosial, budaya, politik, ekonomi, hingga perkembangan teknologi. Misalnya, lahirnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi informasi dan meningkatnya kasus kebocoran data pribadi. Dengan memahami kedua jenis sumber hukum ini, kita dapat melihat bahwa hukum bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan selalu berinteraksi dengan perkembangan masyarakat.


Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Di Indonesia, tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 13 Tahun 2022. Hierarki tersebut dimulai dari UUD 1945 sebagai hukum dasar, diikuti oleh TAP MPR, kemudian Undang-Undang atau Perppu, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), serta Peraturan Daerah (Perda) Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Hierarki ini memastikan tidak ada aturan yang saling bertentangan, karena setiap aturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Ketika terjadi konflik norma, penyelesaiannya mengacu pada prinsip hukum seperti lex superior atau lex specialis. Contohnya, peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang nasional, dan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Hierarki ini menjadi kerangka penting untuk menjamin keteraturan dan kepastian hukum.


Sistem Hukum Indonesia dalam Peta Global

Indonesia menganut sistem hukum civil law atau sistem Eropa Kontinental, di mana undang-undang tertulis menjadi sumber hukum utama. Sistem ini berbeda dengan common law yang berlaku di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat, di mana putusan hakim (precedent) menjadi sumber hukum yang dominan. Dalam sistem civil law, hakim berfungsi lebih sebagai “corong undang-undang” daripada pencipta hukum, meski dalam praktik modern hakim juga dapat melakukan penemuan hukum. Di Indonesia, pluralisme hukum juga diakui dalam batas tertentu, misalnya hukum adat yang tetap diakui selama tidak bertentangan dengan konstitusi. Pluralisme ini mencerminkan keragaman budaya Indonesia sekaligus menuntut kehati-hatian dalam harmonisasi dengan hukum nasional.


Pembentukan Hukum

Proses pembentukan hukum di Indonesia dilakukan secara sistematis, mulai dari tahap perencanaan, perumusan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan. Setiap peraturan harus memiliki naskah akademik yang menjelaskan latar belakang, tujuan, dan dampaknya. Selain itu, partisipasi publik menjadi semakin penting, karena masyarakat memiliki hak untuk memberikan masukan dalam proses legislasi. Setelah disahkan, suatu undang-undang dapat diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) jika dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Sementara itu, peraturan di bawah undang-undang dapat diuji oleh Mahkamah Agung (MA). Mekanisme pengujian ini menjadi instrumen penting untuk menjaga konsistensi dan supremasi konstitusi dalam sistem hukum.


Penafsiran & Argumentasi Hukum

Hukum sering kali tidak bisa diterapkan secara kaku karena setiap kasus memiliki konteks yang berbeda. Oleh karena itu, dikenal metode penafsiran hukum seperti gramatikal (berdasarkan kata-kata dalam aturan), sistematis (dilihat dalam keseluruhan sistem hukum), historis (dilihat dari latar belakang sejarah aturan dibuat), dan teleologis (dilihat dari tujuan aturan dibuat). Argumentasi hukum juga memainkan peran penting dalam praktik, di mana hakim, jaksa, maupun advokat menggunakan logika hukum untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan. Misalnya, dalam kasus kebebasan berekspresi, hakim harus mempertimbangkan antara hak individu dan kepentingan umum. Dengan demikian, hukum tidak berhenti pada teks, tetapi hidup dalam praktik penafsiran.


Penegakan Hukum

Penegakan hukum di Indonesia melibatkan berbagai aktor seperti polisi, jaksa, hakim, advokat, hingga lembaga pengawas independen. Dalam proses pidana, prinsip yang berlaku adalah pembuktian harus mencapai standar beyond reasonable doubt, sementara dalam perkara perdata, fokusnya adalah keseimbangan kontrak dan kompensasi. Namun, keberhasilan penegakan hukum tidak hanya ditentukan oleh struktur dan prosedur, melainkan juga oleh budaya hukum masyarakat. Kesadaran dan kepatuhan warga negara untuk taat pada aturan menentukan apakah hukum benar-benar efektif. Tanpa budaya hukum yang kuat, aturan hukum hanya akan menjadi teks yang mati.


Indikator Kualitas Sistem Hukum

Kualitas sistem hukum dapat diukur dari berbagai indikator. Pertama, kepastian hukum: apakah aturan jelas dan tidak multitafsir. Kedua, prediktabilitas: apakah masyarakat dapat memperkirakan akibat hukum dari tindakannya. Ketiga, durasi dan biaya: apakah penyelesaian sengketa berlangsung cepat dan tidak mahal. Keempat, konsistensi: apakah putusan pengadilan sejalan antara satu kasus dengan kasus lain. Kelima, transparansi: apakah regulasi mudah diakses publik dan lembaga penegak hukum bebas dari praktik korupsi. Jika indikator ini terpenuhi, maka sistem hukum dapat dikatakan sehat dan mampu melindungi masyarakat.


Tantangan Kontemporer

Sistem hukum Indonesia menghadapi berbagai tantangan kontemporer. Dalam bidang ekonomi digital, muncul isu perlindungan data pribadi, fintech, hingga cryptocurrency yang belum sepenuhnya diatur. Dalam bidang teknologi, muncul pertanyaan tentang tanggung jawab hukum atas kecerdasan buatan (AI) dan bukti digital. Dalam bidang lingkungan, hukum dituntut lebih tegas menghadapi pencemaran dan perubahan iklim dengan prinsip strict liability. Selain itu, harmonisasi antara aturan pusat dan daerah juga menjadi tantangan karena banyaknya peraturan daerah yang justru tumpang tindih atau bertentangan dengan aturan di atasnya. Semua tantangan ini menunjukkan bahwa hukum harus adaptif terhadap perubahan zaman.


Studi Kasus Mini

Sebagai ilustrasi, sengketa kontrak bisnis sering menjadi contoh nyata penerapan hukum perdata. Misalnya, ketika sebuah perusahaan gagal memenuhi perjanjian dengan mitra usahanya, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan wanprestasi di pengadilan. Kasus lain adalah uji materi terhadap suatu peraturan daerah yang dinilai merugikan masyarakat. Mahkamah Agung dapat membatalkan peraturan tersebut karena bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Dari studi kasus ini terlihat bahwa hukum berfungsi nyata dalam menjaga keseimbangan kepentingan sekaligus melindungi masyarakat dari aturan yang sewenang-wenang.


Praktik Baik bagi Warga & Pelaku Usaha

Untuk menghadapi kompleksitas sistem hukum, warga dan pelaku usaha perlu membangun kesadaran hukum. Beberapa praktik baik antara lain: selalu membaca dan memahami isi perjanjian sebelum menandatangani, menyimpan bukti transaksi dengan rapi, mengikuti perkembangan regulasi terbaru, serta menggunakan jasa penasihat hukum ketika menghadapi persoalan yang kompleks. Bagi perusahaan, penting juga untuk menerapkan manajemen risiko hukum melalui audit regulasi, SOP internal, dan pelatihan kepatuhan bagi karyawan. Dengan langkah-langkah preventif ini, potensi sengketa dapat diminimalkan.

F&Q

  • Apa beda hukum tertulis dan tidak tertulis? → Tertulis diatur dalam peraturan, tidak tertulis berupa kebiasaan/adat.

  • Apakah semua sengketa harus ke pengadilan? → Tidak, bisa lewat mediasi atau arbitrase.

  • Mengapa aturan bisa berbeda antar daerah? → Karena otonomi daerah, tapi tetap tak boleh bertentangan dengan aturan lebih tinggi.


Dasar dan sistem hukum di Indonesia merupakan pondasi kehidupan berbangsa yang menekankan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dengan sistem civil law, hukum Indonesia bertumpu pada peraturan tertulis yang hierarkis, ditopang asas fundamental, dan dijalankan melalui mekanisme penegakan hukum. Namun, hukum hanya akan hidup apabila warga negara memiliki kesadaran untuk patuh dan aparat penegak hukum bekerja dengan integritas. Di era digital, hukum harus terus beradaptasi terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Pada akhirnya, hukum bukan hanya teks dalam lembaran negara, melainkan instrumen nyata yang melindungi masyarakat dan menjaga keseimbangan kehidupan berbangsa.